Tubuh Dapat Hidup dalam Waktu Lama Walaupun Otak Telah Mati
Tubuh Dapat Hidup dalam Waktu Lama Walaupun Otak Telah Mati
Peneliti bedah saraf Amerika Serikat berpendapat bahwa orang dengan kondisi otak mati, berpotensi tetap hidup dalam jangka lama, meski berisiko berkembang tak sempurna, atau penuh risiko.
Melansir LiveScience, Diana Greene Chandos, asisten profesor bedah saraf dan neurologi Ohio State University Wexner Medical Center tersebut, menyampaikan hal itu menyusul kasus gadis usia 13 tahun dari Oakland California, AS, Jahi McMath yang dinyatakan mati otak oleh tim dokter yang merawatnya sebulan lalu.
Namun, hingga kini McMath masih tetap dipertahankan hidupnya dengan bantuan teknologi, dengan dukungan ventilator.
Sebelumnya, terkait pasien dengan otak mati yang dapat dipertahankan hidupnya, pernah menjadi pembahasan pada 1950-an di Prancis, dengan enam pasien yang terus hidup selama dua hingga 26 hari tanpa aliran darah ke otak.
Tetapi, untuk kasus McMath, hakim setempat telah memerintahkan untuk mematikan mesin bantuan pada pekan depan.
Hukum AS dan banyak negara lain mengatakan, seseorang secara hukum dinyatakan meninggal jika secara permanen telah mati otak, kehilangan seluruh pernapasan dan fungsi peredaran darah. Dalam kasus McMath, tiga dokter yang merawatnya menyimpulkan gadis itu telah mati otak.
Greene Chandos mengatakan sistem intrinsik jantung masih menjaga organ denyut untuk waktu singkat setelah seseorang mengalami mati otak.
Ia menambahkan, tanpa bantuan ventilator, denyut akan berhenti dengan sangat cepat, biasanya tak kurang dari satu jam. Sementara itu, dengan dukungan ventilator ini, proses biologi ginjal, fungsi lambung dapat berjalan selama satu pekan.
Jahi McMath
Kenneth Goodman, direktur program Bioetika Universitas Miami mengatakan bahwa fungsi tersebut tak berarti orang masih hidup.
"Jika mati otak, Anda mati. Tapi, dengan bantuan teknologi, kita bisa membuat tubuh melakukan beberapa hal yang harus dilakukan ketika Anda masih hidup," kata Goodman.
Keberadaan otak sangat vital. Tanpa otak, tubuh tak mengeluarkan hormon penting yang dibutuhkan untuk proses biologis, misalnya lambung, ginjal, dan fungsi kekebalan tubuh.
Greene Chandos menegaskan, tekanan darah normal juga tergantung pada kehidupan otak. Orang dengan otak yang mati biasanya tak akan bertahan dalam waktu lama. Pemasangan ventilator hanya menunda kematian.
"Jika semua kriteria kema tian otak terpenuhi, cukup jelas tak ada lagi yang tersisa," ujar Greene-Chandos.
Meski menilai orang dengan otak mati kecil kemungkinan bertahan hidup, Greene-Chandos juga punya pendapat yang membangunkan harapan pasien. Dengan bantuan teknologi terkini, adanya ventilator, tambahan tekanan darah dan hormon, ia meyakini, secara teori tubuh orang dengan otak mati dapat bertahan dalam waktu yang lama, bahkan tanpa batas waktu.
Namun, ia menekankan bahwa ketahanan orang dengan mati otak itu tergolong sulit, mengingat jaringan tubuh berisiko terkena infeksi. Dia mengaku akan memindahkan McMath ke fasilitas lain untuk mendapatkan dukungan hidup dalam jangka panjang.
Sumber :
viva
Peneliti bedah saraf Amerika Serikat berpendapat bahwa orang dengan kondisi otak mati, berpotensi tetap hidup dalam jangka lama, meski berisiko berkembang tak sempurna, atau penuh risiko.
Melansir LiveScience, Diana Greene Chandos, asisten profesor bedah saraf dan neurologi Ohio State University Wexner Medical Center tersebut, menyampaikan hal itu menyusul kasus gadis usia 13 tahun dari Oakland California, AS, Jahi McMath yang dinyatakan mati otak oleh tim dokter yang merawatnya sebulan lalu.
Namun, hingga kini McMath masih tetap dipertahankan hidupnya dengan bantuan teknologi, dengan dukungan ventilator.
Sebelumnya, terkait pasien dengan otak mati yang dapat dipertahankan hidupnya, pernah menjadi pembahasan pada 1950-an di Prancis, dengan enam pasien yang terus hidup selama dua hingga 26 hari tanpa aliran darah ke otak.
Tetapi, untuk kasus McMath, hakim setempat telah memerintahkan untuk mematikan mesin bantuan pada pekan depan.
Hukum AS dan banyak negara lain mengatakan, seseorang secara hukum dinyatakan meninggal jika secara permanen telah mati otak, kehilangan seluruh pernapasan dan fungsi peredaran darah. Dalam kasus McMath, tiga dokter yang merawatnya menyimpulkan gadis itu telah mati otak.
Greene Chandos mengatakan sistem intrinsik jantung masih menjaga organ denyut untuk waktu singkat setelah seseorang mengalami mati otak.
Ia menambahkan, tanpa bantuan ventilator, denyut akan berhenti dengan sangat cepat, biasanya tak kurang dari satu jam. Sementara itu, dengan dukungan ventilator ini, proses biologi ginjal, fungsi lambung dapat berjalan selama satu pekan.
Jahi McMath
Kenneth Goodman, direktur program Bioetika Universitas Miami mengatakan bahwa fungsi tersebut tak berarti orang masih hidup.
"Jika mati otak, Anda mati. Tapi, dengan bantuan teknologi, kita bisa membuat tubuh melakukan beberapa hal yang harus dilakukan ketika Anda masih hidup," kata Goodman.
Keberadaan otak sangat vital. Tanpa otak, tubuh tak mengeluarkan hormon penting yang dibutuhkan untuk proses biologis, misalnya lambung, ginjal, dan fungsi kekebalan tubuh.
Greene Chandos menegaskan, tekanan darah normal juga tergantung pada kehidupan otak. Orang dengan otak yang mati biasanya tak akan bertahan dalam waktu lama. Pemasangan ventilator hanya menunda kematian.
"Jika semua kriteria kema tian otak terpenuhi, cukup jelas tak ada lagi yang tersisa," ujar Greene-Chandos.
Meski menilai orang dengan otak mati kecil kemungkinan bertahan hidup, Greene-Chandos juga punya pendapat yang membangunkan harapan pasien. Dengan bantuan teknologi terkini, adanya ventilator, tambahan tekanan darah dan hormon, ia meyakini, secara teori tubuh orang dengan otak mati dapat bertahan dalam waktu yang lama, bahkan tanpa batas waktu.
Namun, ia menekankan bahwa ketahanan orang dengan mati otak itu tergolong sulit, mengingat jaringan tubuh berisiko terkena infeksi. Dia mengaku akan memindahkan McMath ke fasilitas lain untuk mendapatkan dukungan hidup dalam jangka panjang.
Sumber :
viva
0 komentar:
Posting Komentar